Diperlukan Tindakan Darurat Atasi Sindemik Penyakit Kronis Hingga Covid-19
Thepresidentpost.id - Jakarta - KRISIS penyakit - penyakit kronis dan kegagalan kesehatan masyarakat global untuk membendung kebangkitan faktor - faktor berisiko yang sangat mungkin dapat dicegah, telah membuat penduduk dunia rentan terhadap kondisi darurat kesehatan yang akut seperti covid - 19.
Studi yang dilansir di salah satu jurnal paling terkenal di dunia, The Lancet, mengungkapkan tindakan darurat diperlukan untuk mengatasi sindemik penyakit - penyakit kronis global, kesenjangan sosial, dan covid - 19 untuk memastikan sistem kesehatan yang lebih tangguh dan masyarakat yang lebih sehat sehingga membuat negara - negara menjadi lebih kuat terhadap ancaman pandemi di masa depan.
Temuan - temuan terbaru, yang dipublikasikan, Minggu (17/10), The Lancet memberikan wawasan baru mengenai seberapa baik penduduk dunia dipersiapkan hal kesehatan pokok untuk menghadapi pandemi covid - 19 dan menetapkan skala atau tingkat kesulitan yang tepat untuk melindungi populasi dunia dari ancaman pandemi lebih lanjut.
Studi ini juga mengungkapkan meningkatnya paparan terhadap faktor - faktor risiko utama (termasuk tekanan darah tinggi, gula darah tinggi, indeks massa tubuh (BMI) tinggi, dan kolesterol yang meningkat), disertai meningkatnya kematian karena penyakit kardiovaskular di beberapa negara (misalnya AmerikaSerikat dan Karibia), menunjukkan dunia mungkin sedang mendekati sebuah ’titik balik’ dalam peningkatan harapan hidup.
Sementara itu, The Global Burden of Disease Study memberikan sebuah strategi dan perencanaan menuju kebutuhan yang paling besar, dengan data masing - masing negara mengenai faktor - faktor risiko dan beban penyakit kronis.
Interaksi covid - 19 dengan penyakit kronis yang terus meningkat secara global danfaktor - faktor risiko terkait, termasuk obesitas, gula darah yang tinggi, dan polusi udara luar ruangan, selama 30 tahun terakhir telah menciptakan sebuah badai yang ‘sempurna’, yang memicu tingkat kematian covid - 19.
Para penulis menekankan janji mengenai pencegahan penyakit melalui tindakan pemerintah atau insentif yang memungkinkan perilaku yang lebih sehat dan akses ke fasilitas kesehatan tidak terwujud di seluruh dunia.
"Sebagian besar faktor - faktor risiko ini dapat dicegah dan diobati, dengan mengatasinya akan memberikan manfaat sosial dan ekonomi yang besar," ujar Professor Christopher Murray, Direktur Institute for Health Metrics and Evaluation/IHME) di Universitas Washington, Amerika Serikat, yang memimpin riset tersebut.
"Kita gagal mengubah perilaku - perilaku tidak sehat, terutama yang berkaitan dengan kualitas makanan, asupan kalori, dan kegiatan fisik, sebagian karena tidak ada perhatian yang cukup dari pembuat kebijakan dan pendanaan untuk kesehatan publik dan riset mengenai perilaku," tambahnya.
Beberapa dari faktor risiko dan penyakit tidak menular (PTM) yang disorot oleh penelitian ini, termasuk obesitas, diabetes, dan penyakit kardiovaskular, terkait dengan meningkatnya risiko penyakit serius dan kematian karena covid - 19.
Namun ditekankan penyakit tidak hanya berinteraksi secara biologis, tetapi juga berinteraksi dengan faktor - faktor sosial. Diperlukan tindakan darurat untuk mengatasi sindemik penyakit - penyakit kronis global, kesenjangan, sosial, dan covid - 19.
"Sifat sindrom dari ancaman yang kita hadapi menuntut kita untuk tidak hanya merawat setiap penyakit, namun juga segera mengatasi kesenjangan sosial sebagai latar belakang yang membentuknya - kemiskinan, perumahan, pendidikan, dan suku, yang semuanya merupakan penentukesehatan yang kuat," kata Pemimpin Redaksi The Lancet, Richard Horton.
Menurut Richard, covid - 19 merupakan keadaan darurat kesehatan kronis yang akut. Ia memperingatkan, sifat kronis dari krisis saat ini sedang diabaikan dan berpotensi menjadivancaman bagi umat manusia di masa depan.
Penyakit tidak menular, lanjutnya, telah memainkan peran penting dalam mempercepat kematian lebih dari 1 juta orang yang disebabkan oleh covid - 19 hingga saat ini, dan akan terus memengaruhi kondisi kesehatan di setiap negara setelah pandemi mereda.
"Sebagaimana kami sampaikan mengenai cara meregenerasi sistem kesehatan kita dalam kemunculan covid - 19, Global Burden of Disease Study ini menawarkan sebuah cara untuk menargetkan keberadaan kebutuhan yang paling besar, dan betapa hal ini berbeda - beda di setiap negara," terangnya.
Dalam dekade terakhir, kemajuan global di bidang kesehatan tidak merata. Negara - negara berpendapatan rendah dan menengah (Low - and middle - income countries/LMIC) telah memperoleh kemajuan yang mengagumkan di bidang kesehatan, terutama keberhasilan upaya mereka dalam menangani penyakit infeksi, persalinan, dan neonatal.
Misalnya Ethiopia, Sudan, dan Bangladesh telah mengalami penurunan 2% atau lebih per tahun dalam tingkat gangguan kesehatan terstandardisasi umur (DALYs).
Namun para penulis memperingatkan bahwa sistem kesehatan LMIC tidak mempunyai perlengkapan memadai untuk mengatasi bertumbuhnya beban penyakit yang disebabkan oleh PTM yang telah meningkat di negaranegara berpendapatan rendah - menengah dari sekitar sepertiga dari keseluruhan beban penyakit di tahun 1990 menjadi hampir dua pertiga di tahun 2019.
Lebih lanjut, meskipun kematian karena penyakit infeksi telah menurun secara substansial di seluruh LMIC, kematian (karena) PTM justru terus meningkat.
Di Uzbekistan, misalnya, diabetes naik dari peringkat 21 ke peringkat lima penyebab kematian utama (kenaikan sebesar 600% dalam jumlah kematian). Demikian pula, di Filipina, penyakit jantung iskemik telah meningkat dari peringkat ke lima menjadi penyebab utama kematian (kenaikan lebih dari 350%).
Sebaliknya, perbaikan dalam kesehatan mulai stagnan di sebagian besar negara - negara berpendapatan lebih tinggi, dan bahkan telah mundur di beberapa negara, khususnya Amerika Serikat, di mana tingkat gangguan kesehatan terstandardisasi usia telah meningkat sebesar hampir 3% selama dekade terakhir.
Para penulis yakin bahwa alasan kurangnya kemajuan ini dapat mencakup naiknya tingkat obesitas serta hilangnya potensi untuk mengurangi merokok dan melakukan perbaikan lebih lanjut dalam jangkauan perawatan untuk tekanan darah tinggi dan kolesterol tinggi, yang akan diperlukan untuk mempertahankan penurunan kasus kematian karena kardiovaskular.
"Karena disabilitas menjadi porsi yang makin meningkat dalam beban penyakit global dan merupakan sebuah komponen yang lebih besar dari belanja kesehatan, maka terdapat kebutuhan yang darurat dan mendesak untuk mengidentifikasi intervensi baru yang lebih efektif," kata Murray.
"Dengan populasi global yang menua dengan cepat, tuntutan akan jasa kesehatan untuk menangani hasil - hasil yang mengecewakan dan kondisikondisi kronis, yang meningkat seiring usia, akan menuntut tingkat pendanaan yang lebih tinggi, komitmen politik yang kuat, akuntabilitas yang didukung oleh data yang lebih baik, dan sebuah upaya global terkoordinasi yang memprioritaskan mereka yang paling rentan," sambungnya.
Baca Juga
- Govt to Form Task Force to Tackle Online Gambling
- Carsurin and NBRI Strengthen Strategic Alliance to Propel Indonesia’s EV Industry
- Jababeka (KIJA) Targets Marketing Sales of IDR 2.5 Trillion in 2024
- Celebrating 65 Years of Indonesia - Cambodia Relations: Indonesian Embassy in Phnom Penh Organizes Roundtable Dialogue
- Electric Cars are Indonesian Automotive Industry’s Future, President Jokowi Says
Komentar