Terkuak! Haya 7% Perusahaan yang Sanggup Bayar Pesangon 32 Kali Upah
Thepresidentpost.id - Jakarta - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah mengatakan, ketentuan pesangon yang tertera dalam Undang - undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sering kali tidak dijalankan oleh perusahaan. Setidaknya, hanya 7 persen dari perusahaan yang membayar pesangon pekerja sesuai dengan ketentuan UU.
"UU 13 Tahun 2003 tentang ketentuan pesangon yang memang sangat bagus 32 kali (besar pesangon sebanyak 32 kali upah). Namun, pada prakteknya hanya 7 persen yang mengikuti ketentuan. Jadi UU itu artinya tidak implementatif," kata Ida dalam laman resmi YouTube Kementerian Ketenagakerjaan RI, (14/10/2020).
Ida menjelaskan, terdapat 27 persen dari perusahaan yang membayar sesuai dengan kesepakatan, tetapi di bawah ketentuan UU. Seharusnya, hal seperti itu tidak boleh.
Ida menduga, hal itu dilakukan lantaran perusahaan tidak memiliki kemampuan untuk membayar besar pesangon PHK pekerja atau buruh sebesar 32 kali upah. Karena dianggap terlalu tinggi.
Berkaca dari fakta tersebut, maka besar pesangon di UU Omnibus Law Cipta Kerja diturunkan dengan prinsip memastikan bahwa pesangon betul - betul menjadi hak dan dapat diterima pekerja atau buruh.
"Pemerintah tidak mau seperti itu, makanya diturunkan dengan adanya kepastian," paparnya.
Terkait memastikan pekerja atau buruh mendapatkan hak pesangonnya, lanjut Ida, akan ada ketentuan sanksi yang memaksa perusahaan.
"Ada nanti sanksinya diatur. Law enforcement ditegakkan. Sanksi tersebut akan diatur sebagaimana ketentuan UU Nomor 13 Tahun 2003," jelasnya.
Untuk besaran pesangon yang di atur di dalam UU Ketenagakerjaan, sebenarnya merupakan kemampuan rata - rata besar pesangon perusahaan di seluruh dunia. Namun, faktanya perusahaan belum mampu membayar.
"Nyatanya kita tidak mampu, buktinya yang tadi sudah saya sampaikan," ucapnya.
Di dalam UU Cipta Kerja, disebutkan besar pesangon diberikan maksimal 25 kali upah dengan skema pembayaran 19 kali oleh perusahaan. Sisanya, enam kali melalui program Jaminan Kehilangan Pekerjaan yang dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Secara total, besar pesangon di UU Cipta Kerja ini lebih kecil dari jumlah yang ditetapkan dalam Undang - undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
UU Cipta kerja yang disahkan juga memperkenalkan skema baru terkait dengan jaminan sosial ketenagakerjaan. Jaminan sosial tersebut diatur dalam program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
JKP diklaim tidak mengurangi manfaat dari berbagai jaminan sosial lain yang telah ada seperti Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP).
"Program JKP ini memiliki 3 manfaat yaitu cash benefit, vocational training (pelatihan kerja) dan akses penempatan," tutup Ida.
Baca Juga
- Govt offers incentives for investors to build EV factories: Industry Minister
- 131,600 Households Enjoy Easy Access to Free Electrical Installation in 2023
- Indonesian Language Goes Global Through Workshop in Japan
- President Jokowi: Higher Education Plays Crucial Role in Producing Outstanding Human Resources
- Gradiant’s H+E Wins Contract in Germany to Build Water Treatment Facility for One of the Largest Semiconductor Fabs
Komentar