Kemenperin Masih 'Ngarep' Persetujuan Relaksasi Pajak 0% untuk Mobil Baru dari Kemenkeu
Thepresidentpost.id - Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) masih menanti keputusan atas relaksasi pajak pembelian mobil baru sebesar nol persen, guna merangsang daya beli masyarakat di tengah pandemi virus corona alias Covid - 19.
Adapun ruang lingkup jenis pajak yang diharapkan adalah Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan pajak daerah.
Direktur Jenderal Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin Taufiek Bawazier menjelaskan, pihaknya kini sudah mengirim surat pengajuan relaksasi pajak mobil baru ke dua instansi. Mereka adalah Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terkait insentif PPnBM dan PPN, serta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk keringanan pajak daerah.
Saat ini, usulan yang telah dilayangkan sejak awal September 2020 tersebut tengah berada di atas meja Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk dikaji lebih dalam.
"Mudah - mudahan tidak terlalu lama diputuskan. Sewaktu pemberian usulan, kami meminta agar kebijakan tersebut sampai akhir tahun saja, sementara. Ini menjadi bagian upaya mempercepat recovery," kata Taufiek Bawazier dalam diskusi virtual, Rabu (14/11/2020).
Saat ini, jelas Taufiek, tingkat utilisasi industri otomotif yang terus anjlok dalam beberapa waktu terakhir. Menyusul turunnya permintaan akan produk otomotif selama pandemi Covid - 19 berlangsung, khususnya dari kalangan kelas menengah.
"Membangkitkan demand sebagai penggerak menjadi syarat utama, sehingga kelas menengah bisa membelanjakan uangnya ke mobil karena ada relaksasi berupa apakah 0 persen atau paling tidak memberikan upaya baru untuk membuka permintaan di sektor otomotif," jelas dia.
Tidak hanya di sektor otomotif, tambahnya, dampak penurunan juga akan dirasakan oleh seluruh rantai nilai di industri otomotif.
"Termasuk di antaranya supplier lokal, distribusi dan dealer serta lembaga pembiayaan, sehingga berisiko pada keberlangsungan usaha maupun adanya pengurangan tenaga kerja," terangnya.
Meski demikian, Taufiek mengakui bahwa berbagai stimulus pajak tersebut akan berdampak pada pengurangan pendapatan negara. Tapi, dampaknya yang ditimbulkan pada sektor otomotif di tingkat daerah maupun pusat akan tinggi dan memberikan efek pengganda.
Sebab, Taufiek menuturkan, stimulus akan mendorong sektor otomotif terus berjalan dan membuat masyarakat mendapatkan penghasilan.
"Kemudian, dia (masyarakat) bisa mengeluarkan uang yang diterima untuk sektor - sektor lain seperti makanan dan minuman serta tekstil. Ini multiplier effect yang harus dihitung," katanya.
Taufiek melanjutkan, aktivitas industri otomotif memiliki multiplier effect yang luas, misalnya dari aspek penyerapan tenaga kerja dalam jumlah besar dan keterkaitan dengan sub sektor industri lainnya termasuk Industri Kecil Menengah (IKM).
"Hampir 1,5 juta orang hidup disitu. Kemudian kita juga bersinggungan dengan sub sektor lain, seperti karet, kaca, baja, dan besi, itu IKM ada juga disitu. Maka multiplier effect - nya besar," ujarnya.
"Ini harus dapat dukungan dari Kementerian atau lembaga terkait. Kita perlu selesaikan sektor tersebut dalam waktu dekat. Kalau sektor otomotif bisa bangkit, semua sub sektor tadi pasti dapat imbasnya," tambah Taufiek.
Baca Juga
- Govt offers incentives for investors to build EV factories: Industry Minister
- 131,600 Households Enjoy Easy Access to Free Electrical Installation in 2023
- Indonesian Language Goes Global Through Workshop in Japan
- President Jokowi: Higher Education Plays Crucial Role in Producing Outstanding Human Resources
- Gradiant’s H+E Wins Contract in Germany to Build Water Treatment Facility for One of the Largest Semiconductor Fabs
Komentar