10 Tahun Merana, Pengusaha Tesktil Curhat ke Menperin Agus Gumiwang Desak Pemerintah Segera Lakukan Ini!
Thepresidentpost.id - Jakarta - Sejak 10 tahun terakhir, industri tekstil dan produk tekstil (TPT) mengalami tekanan yang luar biasa akibat aturan dagang yang pro terhadap impor.
Industri TPT mengalami penurunan utilisasi, ketiadaan investasi, banjir produk impor, dan stagnasi ekspor. Kombinasi ini menyebabkan beberapa industri tekstil bangkrut yang mengakibatkan pemutusan hubungan kerja dalam 3 tahun terakhir.
Terlebih, pandemi Covid - 19 turut memperburuk kondisi dimana utilisasi industri TPT turun hingga mencapai 30% saja.
Atas permasalah - permasalahan tersebut, sejumlah asosiasi yang menaungi industri TPT yaitu Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) dan Ikatan Ahli Tekstil Seluruh Indonesia (IKATSI) menceritakan sejumlah permasalahan yang terus menggerogoti daya saing industri TPT kepada Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita.
"Kita sudah bertemu Bapak Menteri Perindustrian dan menyampaikan 9 penyataan sikap pengusaha TPT," kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta dalam konferensi pers di Jakarta (14/1/2021).
Dalam kesempatan tersebut, para pengusaha TPT meminta pemerintah mengevaluasi setiap perjanjian dagang yang dilakukan dengan negara lain. Lantaran, sejumlah perjanjian dinilai telah merugikan bagi industri tekstil di Tanah Air.
"Kami bukan anti perjanjian dagang, tapi harus dihitung cermat," terangnya.
Selain APSyFI, permintaan ini juga disuarakan oleh Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) dan Ikatan Ahli Tekstil Seluruh Indonesia (IKATSI).
Selain itu, para pengusaha juga meminta agar pemerintah melakukan penegakan hukum kepada ratusan perusahaan pemegang angka pengenal importir - produsen (API - P) bodong dan pelanggar API - U (angka pengenal importir - umum) yang telah membanjiri pasar dengan produk impor.
"Para oknum tersebut telah merusak industri TPT nasional dengan sehingga menghambat investasi," tegasnya.
Maka dari itu, pihaknya mendorong pemerintah untuk menekan impor produk tekstil melalui sejumlah kebijakan. Diantaranya memperkuat integrasi hulu dan hilir pada industri tekstil melalui penggunaan bahan baku dalam negeri, serta meningkatkan tingkat kandungan dalam negeri diseluruh rantai nilai untuk mendukung target Kementerian Perindustrian untuk subtitusi impor 35%.
"Kami juga meminta kementerian dan lembaga pemerintah lainnya untuk mendukung target dan visi Presiden untuk mengurangi importasi yang tidak diperlukan dan memprioritaskan penggunaan bahan baku dan barang yang sudah diproduksi dalam negeri," paparnya.
Berikut 9 pernyataan sikap asosiasi yang disampaikan kepada Menteri Perindustrian:
1. Agar memperkuat integrasi hulu dan hilir pada industri tekstil melalui penggunaan bahan baku dalam negeri dan meningkatkan tingkat kandungan dalam negeri diseluruh rantai nilaiuntuk mendukung target Kementerian Perindustrian untuk subtitusi impor 35%.
2. Meminta kementerian dan lembaga pemerintah lainnya untuk mendukung target dan visi Presiden untuk mengurangi importasi yang tidak diperlukan dan memprioritaskan penggunaan bahan baku dan barang yang sudah diproduksi dalam negeri.
3. Agar segera diterbitkannya revisi Peraturan Menteri Perdagangan No. 77 tahun 2019 tentang Ketentuan Impor Tekstil dan Produk Tekstil untuk tidak memberikan izin API - U, tidak mengimpor produk tekstil melalui Pusat Logistik Berikat (PLB) dan Gudang Berikat.
4. Memproses secara hukum ratusan perusahaan API - P bodong dan pelanggar API - U yang telah membanjiri pasar dengan produk impor yang telah merusak industri TPT nasional dengan sehingga menghambat investasi.
5. Segera mengimplementasikan safeguard disektor garment dengan besaran bea masuk yang cukup untuk membendung impor dan memulihkan kondisi industri yang terkena injury dari banjirnya impor.
6. Mendorong pengenaan Trade Remedies lanjutan yang akan diajukan di 2021.
7. Mengevaluasi perjanjian dagang yang sudah dilakukan bisa memberikan manfaat bagi sektor industri manufaktur khususnya sektor TPT. Pembentukan perjanjian perdagangan harus dilakukan secara cermat dan memberikan dampak signifikan terhadap perekonomian dengan indikator surplus neraca perdagangan yang lebih besar.
8. Terkait impor unprosedural melalui impor borongan, under name, under invoice (harga dan volume), transhipment dan pelarian HS, dan meminta pembenahan dan perbaikan Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan RI. Serta mendukung proses hukum atas pelanggaran yang saat ini diusut oleh Kejaksaan Agung RI (Kasus Batam dan Jawa Timur), proses hukum yang berlangsung dapat diperluas penyidikannya terhadap perusahaan yang melakukan hal serupa karena modus ini sifatnya masif dan dilakukan oleh ratusan perusahaan importir tekstil dan logistik.
9. Agar mengakomodir usulan dan masukan terkait rancangan Peraturan Pemerintah tentang Implementasi UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Bidang Perindustrian dan Perdagangan.
Baca Juga
- Govt offers incentives for investors to build EV factories: Industry Minister
- 131,600 Households Enjoy Easy Access to Free Electrical Installation in 2023
- Indonesian Language Goes Global Through Workshop in Japan
- President Jokowi: Higher Education Plays Crucial Role in Producing Outstanding Human Resources
- Gradiant’s H+E Wins Contract in Germany to Build Water Treatment Facility for One of the Largest Semiconductor Fabs
Komentar