Norma Bidang Pendidikan Harus Dikeluarkan dari RUU Cipta Kerja, Bertentangan UUD 1945
Thepresidentpost.id
Jakarta - Melalui RUU Cipta Kerja pemerintah ingin menyederhanakan ragam peraturan untuk kepentingan investasi sehingga kata kebudayaan dihapus, prinsip nirlaba diamputasi, kontrol kualitas diturunkan, dan mengobral pembukaan perguruan tinggi asing di Indonesia. Melihat kebijakan tersebut, desakan agar norma bidang pendidikan harus dikeluarkan dari RUU Cipta Kerja mencuat dari Ketua Komite III DPD RI Sylviana Murni, Kamis (8/10/2020)
Desakan tersebut berangkat dari RUU Cipta Kerja Bidang Pendidikan, di mana terdapat tiga Undang - Undang (UU) yang akan disederhanakan dan diubah, yakni UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
"Dari penyederhanaan dan perubahan itu, ada beberapa yang memang mengarah pada terjadinya sinergi antara pendidikan dan dunia industri, tapi yang paling dominan dari perubahan itu adalah membonsai lembaga pendidikan ke arah sektor jasa an sich untuk menjadikan pendidikan sebagai barang dagangan." Ungkap Sylviana Murni.
Lebih lanjut, penyederhanaan dan perubahan pada UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) berkaitan dengan sentralisasi dan komersialisasi pendidikan. Pasal 62 ayat (1) dalam Sisdiknas disebutkan bahwa setiap satuan pendidikan formal dan non formal yang didirikan wajib memperoleh izin pemerintah atau pemerintah daerah. Dalam RUU Cipta Kerja berganti, penyelenggaraan satuan pendidikan formal dan non formal yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib memenuhi perizinan berusaha dari pemerintah pusat.
RUU Cipta Kerja ingin melakukan proses penyederhanaan dengan cara melakukan sentralisasi perizinan ke pusat. Di samping ini tentu sangat bertentangan dengan napas UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Sylviana Murni menerangkan, "Ketika pendidikan sudah secara total digiring untuk dikomersialisasi, maka bukan kualitas yang menjadi ukuran, tapi keuntungan; kian banyak investor yang melakukan investasi pendidikan di Indonesia, maka kian banyak pula pemerintah untungnya."
Penyederhanaan untuk memperjualbelikan pendidikan itu kian tampak juga dalam perubahan pada Pasal 65 ayat (1) dan ayat (3). Kalau sebelumnya lembaga pendidikan asing yang dapat menyelenggarakan pendidikan di Indonesia harus sudah terakreditasi, diakui di negaranya, dan wajib bekerja sama dengan lembaga pendidikan di wilayah NKRI, maka dalam RUU Cipta Kerja syarat - syarat itu dihapus.
Implikasinya, lembaga pendidikan asing yang akan berdiri di Indonesia bisa saja lembaga yang belum jelas status dan kompetensi akademiknya. Tidak adanya kualifikasi khusus akan menjadi pasar baru lembaga pendidikan di Indonesia. Di tengah butuhnya perguruan tinggi kita untuk berkolaborasi dengan perguruan tinggi asing untuk meningkatkan kualifikasi dan kompetensi akademik, pemerintah justru membuat karpet merah untuk membuka perguruan tinggi asing yang tak jelas kualitasnya.
"Hal itu tentu sangat merugikan bagi masa depan anak bangsa. Pendidikan yang semestinya diarahkan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dipelintir untuk hanya sekadar meraup keuntungan ekonomi sesaat. Ironisnya, kalau sebelumnya perguruan tinggi asing yang ingin berdiri harus bekerja sama dengan perguruan tinggi lokal dan memanfaatkan SDM lokal, maka pemerintah menghapusnya, " T\tegas Ketua Komite III DPD RI.
Bagi Komite III DPD RI, mengeluarkan norma bidang pendidikan dari RUU Cipta Kerja akan menjadi momentum bagi semua komponen bangsa untuk fokus memikirkan yang terbaik dalam konteks pendidikan tanpa mencampuradukan dengan dimensi bisnis atau konteks kemudahan perizinan berusaha. Sebab, pendidikan mengemban misi mulia untuk membangun karakter, mental dan jati diri bangsa. Bukan semangat komersialisasi apalagi liberalisasi pendidikan. Dan ini bertentangan dengan amanat UUD 1945.
Baca Juga
- Gov’t to Continue Disbursing Rice Assistance
- President Jokowi Inaugurates Soedirman National Defense Central Hospital
- After Putin, It's Now the Turn of British and Dutch PMs to congratulate Prabowo
- Celebrating 65 Years of Indonesia - Cambodia Relations: Indonesian Embassy in Phnom Penh Organizes Roundtable Dialogue
- President Jokowi Receives Letters of Credence from Nine New Ambassadors
Komentar