Operasional Kendaraan Listrik di Indonesia Masih Harus Terobos Sejumlah Tantangan
Thepresidentpost.id - Jakarta - Operasional kendaraan listrik di Indonesia dinilai masih memiliki banyak tantangan dan hambatan. Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Badan Teknologi Termodinamika Motor dan Propulsi (BT2MP) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT Hari Setiapraja.
Dijelaskan Hari, setidaknya ada empat tantangan dalam operasional kendaraan listrik di Indonesia antara lain, kecukupan suplai listrik, ketersediaan charging station, teknologi baterai dengan densitas power tinggi, fast charging dan tahan lama, serta regulasi teknis dan keuangan.
"Keempat tantangan ini menjadi sangat krusial dalam operasional kendaraan listrik di Indonesia," katanya dalam webinar otomotif di Jakarta, kamis (26/11/2020).
Menurut Hari, salah satu yang membuat produsen mobil dan masyarakat meragukan mobil listrk adalah keberadaan stasiun charging.
"Saat ini di Indonesia masih terbatas. Ini yang perlu dibangun pemerintah," terangnya.
Tak hanya itu, stimulus berupa insentif yang diberikan bagi konsumen dan produsen juga sangat diperkukan untuk mendukung pengembangan kendaraan listrik di Indonesia.
Ia menilai percepatan konversi mobil BBM ke mobil listrik di Indonesia bisa dilakukan dengan melibatkan partisipasi operator taksi online maupun konvensional.
"Kalau mau cepat yah perlu melibatkan Gojek, Grab dan taksi Bluebird untuk mendukung program konversi mobil listrik ini," terangnya.
Hari mengakui, untuk bisa melakukan konversi ke kendaraan listrik murni secara masif di Indonesia memang masih membutuhkan waktu yang agak lama. Terlebih lagi dari sisi daya beli konsumen maupun kesiapan manufaktur di Indonesia sendiri belum mengarah pada konversi ke kendaraan listrik murni.
"Salah satu tantangan mobil listrik adalah persoalan harga terutama harga baterainya yang mencapai 50 persen dari harga mobilnya," ungkapnya.
Hal senada juga diakui Peneliti Senior Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Riyanto.
Ia mengungkapkan kendaraan plug - in hybrid electric vehicle atau PHEV akan lebih diminati konsumen Indonesia sebelum memasuki era kendaraan listrik murni.
"Jadi nanti untuk hybrid maupun plug in hybrid insentifnya hanya PPnBM (pajak penjualan atas barang mewah,red) saja. Jadi pemerintah mau lompat sebenarnya. Tapi kalau kita lihat, dari insentif PPnBM saja hybrid sebenarnya sudah sangat kompetitif. Jadi kelihatannya hybrid dan plug in hybrid juga akan berkembang," kata Riyanto.
Berdasarkan uji coba yang dilakukan peneliti di Universitas Indonesia di kawasan perkotaan, emisi kendaraan PHEV hampir sama seperti mobil listrik murni.
"Temen di UI melakukan simulasi dan dia mengisi BBM. Selama simulasi, BBM - nya terpakai kecil banget, karena dia hanya memakai untuk jarak - jarak pendek di dalam kota. Jadi semuanya digerakkan oleh baterainya. Plug in hybrid ini mirip dengan full baterai karena kalau di dalam kota kan pembakarnya tidak berfungsi," ungkapnya.
Berkembangnya minat masyarakat terhadap PHEV terlihat dari ludesnya Nissan Kicks e - Power dalam lima hari sejak diluncurkan pada September 2020.
"Kalau dalam waktu ini saya milih hybrid atau plug in hybrid. Tetapi dalam jangka panjang kalau ekosistemnya ada, kita bisa pindah langsung ke BEV (Baterai Electric Vehicle)," jelasnya.
Baca Juga
- Govt offers incentives for investors to build EV factories: Industry Minister
- 131,600 Households Enjoy Easy Access to Free Electrical Installation in 2023
- Indonesian Language Goes Global Through Workshop in Japan
- President Jokowi: Higher Education Plays Crucial Role in Producing Outstanding Human Resources
- Gradiant’s H+E Wins Contract in Germany to Build Water Treatment Facility for One of the Largest Semiconductor Fabs
Komentar