Pajak 0 Persen Ditolak Menkeu, Kemenperin Cari Alternatif Insentif Lain Dorong Daya Beli Kendaraan Bermotor
Thepresidentpost.id - Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tidak patah arang usai usulan relaksasi pajak nol persen untuk kendaraan yang diajukannya ditolak Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Direktur Jenderal Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian, Taufiek Bawazier mengaku instansinya terus memutar otak untuk mempermudah masyarakat memiliki kendaraan baru.
Menurutnya, bukan tanpa alasan Kemenperin memutuskan untuk meningkatkan daya beli kendaraan masyarakat. Pasalnya, industri otomotif memiliki kontribusi sekitar 10 persen terhadap perekonomian Indonesia. Selain itu efek domino dari kegiatan produksi industri otomotif sangat besar bagi industri pendukung di bawahnya.
Ia mencatat, jumlah tenaga kerja yang terserap oleh industri otomotif dan pendukungnya sekitar 1,5 juta orang. Mulai dari pabrikan otomotif sebanyak 22 perusahaan yang menyerap 75 ribu pekerja, kemudian tier 1, 2, dan 3 pemasok komponen di bawahnya, sampai diler kendaraan, bengkel, perusahaan pembiayaan dan bank.
"Jadi kalau dari sisi industrinya sudah kita berikan keringanan pajak, sekarang saatnya memberikan insentif bagi pembeli kendaraan. Kalau jumlah pemesanan dan penjualan meningkat, tentu utilitas pabrik otomotif kita bisa bertambah. Sehingga lebih banyak lagi tenaga kerja yang dilibatkan," tegas Taufiek, saat menjadi pembicara webinar Diskusi Virtual Industri Otomotif ‘Upaya Pemerintah Bangkitkan Industri Otomotif dari Dampak Pandemi COVID - 19’ secara daring, Kamis (12/11/2020).
Taufiek menjelaskan, saat mengajukan usulan pajak nol persen untuk pembelian kendaraan baru kepada Kemenkeu, pertimbangan Kemenperin adalah imbasnya akan dirasakan tidak hanya oleh industri otomotif tetapi juga subsektor lain.
"Industri Kecil Menengah (IKM) yang memasok komponen, tentu tidak akan melakukan pengurangan karyawan. Karena komitmen kami dari awal, tidak ada PHK di industri otomotif. Tapi sekarang, kalau pabrik nya produktivitasnya menurun, maka suppliernya juga terdampak," jelasnya.
Diakui Taufiek, Kemenperin sudah mengajukan lagi usulan insentif pajak bagi pembeli kendaraan kepada Kemenkeu. Namun, sampai saat ini belum diakomodir.
"Kekuatan konsumen untuk membeli itu menjadi penting, jadinya butuh instrumen ke arah situ. Tugas kami di Kemenperin tentu membina industri. Tapi kebijakan fiskal ini kan ada di Kemenkeu keputusannya, jadi tetap kami dorong," tegasnya.
Senada dengan Taufik, Sekretaris Umum Gaikindo, Kukuh Kumara menilai sudah saatnya pemerintah membantu mempermudah masyarakat dalam memiliki kendaraan baru di tengah pandemi Covid - 19.
Menurutnya dengan memiliki kendaraan pribadi jelas lebih aman dari sisi kesehatan masyarakat. Dengan meningkatnya mobilitas masyarakat, tentu perekonomian Indonesia bisa bergerak kembali.
"Kami sampaikan konsumen perlu dibantu banyak agar kami pelaku industri bisa tetap produksi. Sebab industri otomotif ini memiliki pengaruh ke sektor lain. Contohnya, 80 persen pemberlian kendaraan bermotor menggunakan jasa keuangan, belum lagi ada sektor asuransi, lalu ada UMKM yang memasok komponen dan sebagainya yang mendorong ekonomi. Kalau otomotif tumbuh maka utilisasi pabrik yang meningkat bisa menyerap lagi tenaga kerja di sektor ini," kata Kukuh.
Tanpa dukungan pemerintah, Kukuh menilai akan sangat berat bagi para anggota Gaikindo untuk dapat memenuhi target produksi sebesar 600 ribu unit di tengah pandemi.
"Kami hanya punya sisa 2 bulan untuk mengejarnya. Apalagi kalau sudah Desember, itu pasti masyarakat sudah memilih untuk liburan dan menunda membeli sampai tahun depan," ungkapnya.
Gaikindo menurut Kukuh meyakini bahwa Kemenkeu tidak sepenuhnya menolak usulan pemberian insentif pajak nol persen untuk pembelian kendaraan baru.
"Belum ditolak, tetapi dalam kajian. Kemenkeu masih melihat apakah kajiannya ini betul berdampak positif bagi perekonomian. Mudah - mudahan ada upaya lain yang bisa mempercepat pulihnya industri kendaraan bermotor," kata Kukuh.
Direktur Program INDEF, Esther Sri Astuti menilai upaya Kemenperin mengusulkan keringanan pajak pembelian kendaraan sudah tepat untuk menggerakkan perekonomian.
Sebab, pandemi Covid - 19 terbukti telah mengurangi konsumsi akibat daya beli yang berkurang.
"Karena sebagian masyarakat sudah hilang pekerjaan atau berkurang pendapatannya. Pemerintah seharusnya bisa melakukan intervensi dengan memberikan insentif fiskal," ujar Esther.
Namun ia mengungkapkan, sebelum menyetujui pemberian insentif fiskal tentu Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu perlu melakukan kajian yang membutuhkan waktu.
"Usulan pajak nol persen untuk kemungkinan kajiannya baru selesai tahun depan dari BKF," pungkasnya.
Baca Juga
- Indonesia Delivers 2.7 Million Doses of bOPV Polio Vaccine as Humanitarian Aid to Myanmar
- Teaching Hospital will be Present in Jababeka City to Strengthen the Jababeka Medical City Ecosystem
- Govt offers incentives for investors to build EV factories: Industry Minister
- 131,600 Households Enjoy Easy Access to Free Electrical Installation in 2023
- Indonesian Language Goes Global Through Workshop in Japan
Komentar