Presiden Jokowi Resmi Teken UU Cipta Kerja Meski Diwarnai Salah Ketik, Bahaya?
Thepresidentpost.id - Jakarta - Presiden Joko Widodo resmi meneken omnibus law Undang - Undang Cipta Kerja, Senin (2/11). Undang - undang Cipta Kerja diundangkan dalam nomor 11 tahun 2020.
Salinan Undang - undang Cipta Kerja itu telah resmi diunggah oleh pemerintah dalam situs Setneg.go.id. Dalam situs itu, UU Cipta Kerja memuat 1.187 halaman.
Penomoran Undang - undang Cipta Kerja ini sebelumnya ditunggu oleh sejumlah kalangan masyarakat, termasuk buruh yang berencana menggugat aturan tersebut.
Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) menyatakan akan langsung menggugat jika UU tersebut diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Dalam 1x24 jam jika UU Cipta Kerja ditandatangani Presiden Jokowi, besoknya buruh pasti akan langsung menyampaikan gugatan ke MK," kata Presiden KSPSI Andi Gani Nena dalam keterangannya, (12/10/2020).
Namun UU itu diwarnai kesalahan ketik.
Halaman 6 UU Cipta Kerja Pasal 6 berbunyi:
Peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a meliputi:
a. penerapan Perizinan Berusaha berbasis risiko;
b. penyederhanaan persyaratan dasar Perizinan Berusaha;
c. penyederhanaan Perizinan Berusaha sektor; dan
d. penyederhanaan persyaratan investasi.
Lalu apa bunyi Pasal 5 ayat 1 huruf a?
Pasal 5 ayat 1 huruf a tidak ada. Sebab, Pasal 5 adalah pasal berdiri sendiri tanpa ayat. Pasal 5 berbunyi:
Ruang lingkup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi bidang hukum yang diatur dalam undang - undang terkait.
Menurut pakar hukum tata negara Bivitri Susanti, kesalahan tersebut fatal. Mengapa?
Bivitri menyebut undang - undang (UU) tidak bisa diimajinasikan 'tahu sama tahu' ketika waktu dilaksanakan, melainkan harus sesuai dengan apa yang tertulis di UU.
"Jadi, terhadap kesalahan di Pasal 6 itu, tidak bisa lagi dilakukan perbaikan secara sembarangan seperti yang terjadi sebelum UU ini ditandatangani (yang itu pun sudah salah)," ujar Bivitri dilansir detikcom, Selasa (3/11/2020),
Apa dampak hukumnya? Pasal - pasal yang sudah diketahui salah, tidak bisa dilaksanakan. Karena dalam hukum, tidak boleh suatu pasal dijalankan sesuai dengan imajinasi penerap pasal saja, harus persis seperti yang tertulis.
"Dampak lainnya, meski tidak 'otomatis', ini akan memperkuat alasan untuk melakukan uji formal ke MK untuk meminta UU ini dibatalkan," papar Bivitri,
Apa yang bisa dilakukan? Kalau pemerintah mau membuat ada kepastian hukum agar pasal - pasal itu bisa dilaksanakan, bisa keluarkan Perppu, karena UU ini tidak bisa diubah begitu saja.
"Kalau cuma perjanjian, bisa direnvoi, dengan membubuhkan tanda tangan semua pihak di samping, kalau di UU tidak bisa, tidak diperbolehkan menurut UU 12/2011 dan secara praktik tidak mungkin ada pembubuhan semua anggota DPR dan presiden di samping," cetus Bivitri.
"Yang jelas semakin nampak ke publik, bagaimana buruknya proses ugal - ugalan seperti ini. Seakan - akan mengerdilkan makna pembuatan UU, padahal UU itu seperti kontrak sosial warga melalui wakil - wakilnya (dan itu pun sudah disimpangi dengan tidak partisipatif dan tidak transparannya proses penyusunan dan pembahasan). Ini akibatnya kalau tujuan buruk menghalalkan segala cara," pungkas Bavitri.
Baca Juga
- Joint Statement of Brunei Darussalam, Indonesia, and Malaysia on the Occasion of 30th APEC Economic Leaders’ Meeting (AELM), San Francisco, United States…
- Marketing in Motion: Behind the Promotion Strategy Jakarta-Bandung Fast Train “Whoosh”
- Rare Earth Minerals Finds in India Likely to Inform Future Lithium Demand, Says Supply Chain Specialist
- Take the pressure off coding for your developers
- Proposal to Abolish Gubernatorial Position Needs In-Depth Study: President Jokowi
Komentar