Selasa, 24 Desember 2024|Jakarta, Indonesia

Tren Industri Fesyen Tanah Air Berubah Selama Pandemi

Herry Barus

Senin, 07 Desember 2020 - 13:12 WIB

Tren Industri Fesyen Tanah Air Berubah Selama Pandemi
Tren Industri Fesyen Tanah Air Berubah Selama Pandemi
A A A

Thepresidentpost.id - Jakarta - Adanya pandemi Covid 19 membuat cara hidup masyarakat berubah. Jika sebelumnya banyak melakukan aktifitas di luar rumah, kini lebih banyak tertahan di dalam rumah. Perubahan ini secara otomatis mempengaruhi konsep fesyen dan cara orang berpakaian.

Menurut Dina Midiani, Advisory Board dari Indonesian Fashion Chamber (IFC), saat ini konsep fesyen berubah kepada nuansa kasual, nyaman dan lebih mengarah pada keseharian dibandingkan busana formal. Gaya seperti ini dipercaya akan menyatu dalam kehidupan masyarakat ke depannya.

“Konsep fesyen yang berorientasi pada aktifitas keluar akan banyak berkurang sampai nanti vaksin ditemukan,” tuturnya belum lama ini.

 Saat ini, tambahnya, pelaku industri fesyen sedang memperkenalkan konsep “The New Beginning” yang menyesuaikan tren dan bahan sesuai kebutuhan pasar.

“Sebab respon orang terhadap pandemi ini berbeda - beda. Ada yang berpikir logis spiritualis, maka konsep minimalis, simpel dan praktis menjadi pilihan mereka. Pilihan warnanya pun lebih yang mudah dipadupadankan. Ada juga segmen yang menghargai proses kerja, biasanya lebih cenderung memilih pakaian yang ada pekerjaan tangannya. Namun kelompok yang tetap ingin tampil keluar pun masih tetap eksis, sehingga konsep busana extravaganza masih banyak peminatnya.”

Dina juga menyarankan pelaku industri tekstil harus mulai memikirkan bahan yang tahan lama dan higienis selama masa pandemi ini, khususnya jika memproduksi masker. Penekanannya lebih kepada bagian riset dan pengembangan.

“Apalagi industri ini menyerap tenaga kerja yang sangat banyak, mulai dari konseptor, produksi, distribusi, pemasaran, promosi dan sebagainya. Fesyen adalah kebutuhan yang cukup tinggi karena orang membeli busana untuk berbagai alasan, salah satunya adalah untuk menampilkan citra diri,” imbuhnya.

Dihubungi terpisah, pelaku industri fesyen lokal asal Bandung dan pemilik Cottonology,  Carolina Danella Laksono mengatakan bahwa industri fesyen di kota kembang mulai kembali menggeliat dengan meningkatnya permintaan pasar terhadap produknya, khususnya busana rumahan.

“Kami telah membuka konter di empat departement store dan satu toko tahun ini. Setelah beberapa bulan pertumbuhan bisnis terkoreksi karena korona, di kuartal keempat 2020 ini sudah mulai kembali ke titik normal. Bahkan prediksi kami akan melebihi dari kuartal yang sama tahun lalu,” tuturnya.

Dengan dibukanya empat gerai di kota Bandung serta satu offline store, membuat kebutuhan sumber daya manusia di bidang produksi pun ikut meningkat.

“Di kuartal ini kami menambah jumlah karyawan sebanyak 25 persen dari kuartal pertama saat pertama kali pandemik ini masuk ke Indonesia. Tentu ini adalah sesuatu yang sangat kami syukuri karena bisa membuka lapangan kerja bagi masyarakat sekitar,” ungkapnya.

Karyawan - karyawan baru yang direkrut tersebut rata - rata adalah masyarakat yang berdomisili di sekitar pabrik Cottonology. Olin menegaskan bahwa sejak awal ia ingin usahanya bisa menghidupi masyarakat sekitar.

“Bagian produksi dan bagian sales counter mayoritas kami rekrut dari masyarakat sekitar. Bahkan di bagian produksi pun ada ketua RT,” ungkapnya.

Hanya saja, tambah Olin, khusus untuk desainer memang dicari mereka yang berpengalaman dan memiliki keahlian di bidang tersebut. Hal ini disebabkan karena Cottonology ingin memproduksi fesyen dengan motif yang disukai pasar.

“Dari sisi bahan dan motif, tentu yang lebih paham adalah mereka yang telah lama berkecimpung di industri ini. Koleksi terbaru kami seperti kemeja tie dye misalnya, pilihan bahan rayon yang licin tentu ada dasarnya. Kemeja ini bisa dipakai untuk acara resmi maupun untuk baju tidur. Kolaborasi antara tim desainer dan tim riset pasar kami menghasilkan produk seperti ini.”

Tingginya minat terhadap pakaian yang bisa “memanipulasi penampilan” pun direspon Cottonology dengan memproduksi koleksi busana wanita terbaru. Menurut Olin, banyak sekali wanita yang ingin terlihat kurus namun dengan pakaian yang nyaman.

“Karena itulah baru - baru ini kami meluncurkan koleksi pakaian wanita yang ukurannya dibuat untuk membentuk badan terlihat lebih kurus,” ujar lulusan University of California, Berkeley ini.

Cottonology berhasil masuk top selling ranked  di platform e - dagang Indonesia seperti Shopee, Lazada, BliBli, Tokopedia,  JD ID dan BukaLapak. Saat ini produk asli dalam negeri tersebut menjual lebih dari 400 ribu item pakaian pria di seluruh Indonesia.

Komentar

Berita Lainnya

Business 10 jam yang lalu

Minister of Trade at the Launch of EPIC Sale

Minister of Trade, Budi Santoso together with Coordinating Minister for Economic Affairs, Airlangga Hartarto and Head of the National Food Agency (Bapanas), Arief Prasetyo Adi launched Every Purchase…

Travel 10 jam yang lalu

Launch of Shopping in Indonesia Only (BINA) Discount Program 2024

Coordinating Minister for Economic Affairs, Airlangga Hartarto together with Deputy Minister of Trade, Dyah Roro Esti; Deputy Minister of SMEs, Helvi Moraza; Deputy Minister of Tourism, Ni Luh Puspa;…

Science & Tech 11 jam yang lalu

Indonesia Delivers 2.7 Million Doses of bOPV Polio Vaccine as Humanitarian Aid to Myanmar

As an expression of solidarity and the strong relationship between the people of Indonesia and Myanmar, the Government of the Republic of Indonesia has delivered 2.7 million doses of the bOPV polio vaccine…

Business 11 jam yang lalu

President Subianto Meets with Pakistani PM to Boost Economic, Trade Cooperation

In a bid to reaffirm their commitment to strengthening the longstanding ties between the two nations, President Prabowo Subianto Wednesday (12/18) conducted a bilateral meeting with Prime Minister of…

Travel 14 jam yang lalu

President Prabowo Meets with Indonesian Students of Al-Azhar University

During his state visit to Egypt, President Prabowo Subianto Wednesday (12/18) met with Indonesian students from Al-Azhar University at the Al-Azhar Convention Center in Cairo.